| Tanggal publikasi | : |
|---|

Dunia kerja itu ibarat hutan belantara bagi para pendatang baru. Bagi mahasiswa semester akhir yang sedang menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) atau fresh graduate yang mengikuti program pemagangan (internship) demi memoles CV, perasaan antusias seringkali bercampur dengan kecemasan. Di satu sisi, ada harapan besar untuk direkrut menjadi karyawan tetap. Di sisi lain, ada realita status “anak magang” yang seringkali dianggap sebagai kasta terendah dalam hierarki perusahaan.
Seringkali kita mendengar cerita—atau mungkin kamu mengalaminya sendiri—tentang anak magang yang disuruh melakukan pekerjaan berat layaknya karyawan tetap, lembur sampai malam, atau disuruh wara-wiri di jalanan mengantar dokumen, namun dengan kompensasi sekadar “uang transportasi” atau bahkan nol rupiah.
Di tengah dinamika tersebut, muncul satu pertanyaan krusial yang menyangkut keselamatan nyawa dan masa depanmu: “Kalau saya kecelakaan saat magang, siapa yang tanggung? Apakah saya berhak dapat BPJS?”
Banyak perusahaan yang abai, dan banyak peserta magang yang tidak tahu haknya. Padahal, risiko kecelakaan kerja tidak pernah memandang status apakah kamu CEO, Manajer, atau sekadar anak magang. Mesin pabrik tidak akan berhenti berputar hanya karena yang mengoperasikannya adalah mahasiswa PKL. Jalan raya tidak akan menjadi lebih empuk jika yang jatuh dari motor adalah intern.
Artikel ini akan membedah secara tuntas, tajam, dan berlandaskan hukum mengenai hak jaminan sosial bagi peserta magang dan PKL. Kita akan melihat apa kata regulasi pemerintah, jenis BPJS apa yang wajib ada, dan bagaimana cara menuntut hakmu dengan elegan tanpa takut di-blacklist HRD. Simak panduan lengkap ini agar pengalaman magangmu aman dan tenang.
Bab 1: Mitos vs Fakta Status “Anak Magang”
Sebelum masuk ke pasal-pasal hukum, mari kita luruskan dulu kesalahpahaman umum yang beredar di masyarakat.
Mitos: “Anak magang itu kan statusnya belajar, bukan bekerja. Jadi nggak perlu dikasih BPJS. Kalau sakit atau kecelakaan ya tanggung jawab orang tua atau kampus.”
Fakta: Ini adalah pandangan yang KELIRU dan berbahaya.
Memang benar, tujuan utama magang adalah pelatihan kerja. Namun, dalam proses pelatihan tersebut, peserta magang melakukan aktivitas yang menghasilkan risiko, berada di lingkungan kerja perusahaan, dan berkontribusi pada produktivitas perusahaan. Oleh karena itu, negara hadir untuk memastikan bahwa setiap orang yang melakukan aktivitas kerja—baik itu berstatus karyawan tetap, kontrak, harian lepas, maupun magang—wajib dilindungi.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah mengeluarkan aturan main yang tegas. Magang bukan lagi area abu-abu di mana perusahaan bisa mempekerjakan orang tanpa tanggung jawab perlindungan.
Bab 2: Landasan Hukum (Senjata Kamu Beragumen)
Agar kamu tidak dianggap “anak kemarin sore” saat bertanya ke HRD, kamu perlu tahu dasar hukumnya. Simpan atau catat regulasi ini.
Payung hukum utama yang mengatur tentang pemagangan adalah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di Dalam Negeri.
Dalam peraturan tersebut, disebutkan secara eksplisit mengenai Hak dan Kewajiban Peserta Pemagangan.
Salah satu hak mutlak yang harus diterima peserta magang adalah: Memperoleh perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
Selain itu, ada juga Permenaker Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua. Di dalamnya dijelaskan bahwa peserta magang, siswa kerja praktek (PKL), dan tenaga honorer masuk dalam kategori peserta yang wajib didaftarkan dalam program jaminan sosial.
Jadi, jika ada perusahaan yang bilang “Di sini anak magang nggak dapat asuransi apa-apa,” kamu bisa dengan sopan menyampaikan bahwa regulasi pemerintah sebenarnya mewajibkan hal tersebut. Ini bukan soal kemurahan hati perusahaan, tapi soal kepatuhan terhadap hukum negara.
Bab 3: Jenis BPJS Apa yang Didapat? (Jangan Salah Sangka)
Nah, ini bagian yang sering bikin bingung. “Dapet BPJS” itu BPJS yang mana? Apakah BPJS Kesehatan buat berobat gigi dan flu? Atau BPJS Ketenagakerjaan buat pensiun?
Untuk peserta magang/PKL, perlindungan yang WAJIB menurut aturan minimal ada dua program dari BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK), yaitu:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Ini adalah perlindungan paling vital. JKK melindungi kamu dari risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja.
Definisinya luas: Mulai dari kamu berangkat dari rumah/kos ke tempat magang, selama berada di lokasi magang, hingga perjalanan pulang kembali ke rumah.
Bahkan, jika kamu disuruh bos magang untuk beli kopi di luar kantor dan tertabrak motor, itu masuk kategori kecelakaan kerja.
Manfaatnya Gila-gilaan:
- Biaya pengobatan di rumah sakit (kelas 1 RS Pemerintah) ditanggung Unlimited (tanpa batas biaya) sampai sembuh total sesuai indikasi medis.
- Jika terjadi cacat, ada santunan tunai.
- Jika harus istirahat lama (tidak bisa magang), ada santunan pengganti uang saku.
Bayangkan jika kamu tidak punya ini. Sekali kecelakaan patah tulang bisa habis puluhan juta rupiah. Siapa yang mau bayar? Orang tua? Kampus? Atau Perusahaan? Seringkali mereka saling lempar tanggung jawab. Dengan JKK, BPJS yang bayar.
2. Jaminan Kematian (JKM)
Ini melindungi risiko meninggal dunia yang bukan karena kecelakaan kerja (misalnya meninggal mendadak karena sakit jantung atau sebab lain saat masa periode magang aktif).
Jika risiko ini terjadi, ahli waris (orang tua/keluarga) berhak mendapatkan santunan tunai sebesar Rp42.000.000.
Bagaimana dengan BPJS Kesehatan dan JHT?
- BPJS Kesehatan: Biasanya perusahaan TIDAK menanggung ini untuk anak magang. Peserta magang diharapkan sudah memiliki BPJS Kesehatan mandiri atau ikut orang tua (PPU Anak). Namun, beberapa perusahaan multinasional yang bonafide kadang memberikan asuransi kesehatan swasta tambahan (private insurance) untuk intern.
- Jaminan Hari Tua (JHT) & Pensiun (JP): Ini sifatnya tabungan. Untuk anak magang, program ini TIDAK WAJIB. Tapi kalau kamu mau ikut secara mandiri (BPU) untuk mulai menabung, boleh-boleh saja.
Bab 4: Siapa yang Harus Bayar Iurannya? (Perusahaan vs Kampus)
Di sinilah letak kerumitannya. Siapa yang harus merogoh kocek untuk mendaftarkan kamu ke BPJS Ketenagakerjaan? Apakah dipotong dari uang saku magangmu?
Jawabannya tergantung pada Skema Magang yang kamu jalani.
Skenario A: Magang Mandiri / Rekrutmen Perusahaan
Jika kamu melamar magang karena inisiatif sendiri (misal lihat lowongan di Bukajobs, LinkedIn, atau Jobstreet) dan terikat Perjanjian Pemagangan langsung dengan perusahaan, maka Perusahaan Penyelenggara Magang lah yang wajib mendaftarkan dan membayar iurannya.
Ini mutlak. Dalam perjanjian pemagangan yang kamu tanda tangani, pastikan ada klausul tentang perlindungan asuransi/BPJS.
Skenario B: PKL / KKN dari Kampus/Sekolah
Jika magang ini adalah bagian dari kurikulum wajib sekolah (SMK) atau Universitas, tanggung jawabnya seringkali ada di Pihak Sekolah/Kampus.
Banyak universitas sekarang sudah bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk mendaftarkan mahasiswanya secara kolektif sebelum terjun KKN atau PKL. Biayanya biasanya diambil dari uang pangkal atau biaya SKS mata kuliah tersebut. Namun, ada juga kampus yang mewajibkan mahasiswa bayar mandiri.
Skenario C: Program Pemerintah (Kampus Merdeka / MSIB)
Untuk program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) dari Kemendikbud Ristek, biasanya perlindungan asuransi/BPJS sudah ditanggung oleh Negara atau pengelola program. Ini adalah salah satu benefit ikut MSIB.
Kesimpulan Biaya:
Seharusnya, peserta magang TIDAK mengeluarkan uang pribadi untuk ini. Namun, jika perusahaan tempatmu magang ternyata “nakal” atau sekolahmu tidak memfasilitasi, kamu sangat disarankan untuk mendaftar sendiri secara mandiri (BPU). Kenapa? Baca bab selanjutnya tentang biaya.
Bab 5: Biayanya Murah Banget (Setara Es Teh!)
Banyak perusahaan enggan mendaftarkan anak magang karena takut biayanya mahal. Padahal, premi untuk dua program (JKK + JKM) bagi peserta magang itu sangat receh.
Berdasarkan kategori “Bukan Penerima Upah” (BPU) atau kategori Sektor Jasa Konstruksi/Magang, iurannya hanya sekitar Rp16.800 per bulan.
Ya, kamu tidak salah baca. Enam belas ribu delapan ratus perak.
Lebih murah daripada harga satu gelas kopi susu kekinian atau satu bungkus rokok.
Dengan biaya semurah itu, perusahaan sebenarnya tidak punya alasan logis untuk menolak memberikan perlindungan. Risiko yang ditanggung (pengobatan unlimited dan santunan 42 juta) jauh lebih besar nilainya daripada uang 16 ribu perak.
Jika kamu berada di posisi di mana perusahaan tidak mau menanggung, dan kampus juga lepas tangan, saran terbaik kami: Daftarlah Sendiri.
Sisihkan uang jajan 17 ribu per bulan. Buka aplikasi JMO atau website BPJS Ketenagakerjaan, daftar sebagai peserta BPU (Bukan Penerima Upah) dengan pekerjaan “Peserta Magang/Mahasiswa”.
Ini adalah investasi keselamatan termurah yang bisa kamu lakukan untuk dirimu sendiri.
Bab 6: Studi Kasus Risiko (Belajar dari Pengalaman)
Supaya kamu makin paham kenapa ini penting, mari kita lihat beberapa skenario nyata yang sering terjadi pada anak magang.
Kasus 1: Magang di Pabrik (Resiko Tinggi)
Budi, mahasiswa Teknik Mesin, magang di pabrik perakitan motor di Cikarang. Suatu hari, tangannya terjepit mesin press karena kurang pengalaman. Jari telunjuknya patah dan harus operasi.
- Tanpa BPJS: Biaya operasi 15 juta harus bayar sendiri. Perusahaan mungkin cuma kasih santunan “kerohiman” 1 juta. Budi rugi besar.
- Dengan BPJS: Seluruh biaya operasi sampai fisioterapi ditanggung BPJS. Budi juga dapat santunan cacat anatomis.
Kasus 2: Magang Sales/Marketing (Resiko Jalan Raya)
Siti, fresh graduate, magang jadi Marketing Support. Dia disuruh keliling nyebar brosur atau ketemu klien naik motor. Di jalan, dia terserempet mobil dan gegar otak ringan.
- Tanpa BPJS: Asuransi Jasa Raharja mungkin cover sebagian (max 20 juta), tapi kalau kurang, Siti nombok.
- Dengan BPJS: JKK BPJS Ketenagakerjaan akan menanggung kelebihan biaya yang tidak dicover Jasa Raharja (Top Up). Jadi Siti tidak keluar uang sepeserpun.
Kasus 3: Magang WFH/Digital (Resiko Rendah?)
Andi magang jadi Graphic Designer dari rumah (WFH). Apakah perlu BPJS?
Perlu. Definisi kecelakaan kerja WFH memang agak tricky, tapi jika Andi jatuh dari tangga saat hendak mengambil berkas kerja di jam kerja, atau mengalami kecelakaan saat perjalanan menuju co-working space untuk meeting online, itu masih bisa dikategorikan kecelakaan kerja. Selain itu, Jaminan Kematian (JKM) tetap berlaku 24 jam apapun penyebab meninggalnya.
Bab 7: Cara Mengecek Apakah Kamu Terlindungi
Kamu sudah tanda tangan kontrak magang, dan HRD bilang “dapat asuransi”. Jangan percaya begitu saja. Lakukan verifikasi.
- Minta Kartu Peserta: Setelah 1-2 minggu magang, tanyakan ke HRD atau mentor: “Pak/Bu, boleh saya minta nomor kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan saya?”
- Cek di Aplikasi JMO: Download aplikasi JMO (Jamsostek Mobile). Login menggunakan NIK KTP. Jika perusahaan sudah mendaftarkanmu, data kepesertaan akan muncul di sana beserta statusnya (Aktif/Tidak Aktif).
- Cek Potongan Uang Saku: Lihat slip uang saku magangmu. Apakah ada potongan? Seharusnya untuk JKK dan JKM ditanggung perusahaan (tidak potong uang saku), tapi ada juga perusahaan yang memotong dari uang saku. Pastikan transparansinya.
Bab 8: Tips Negosiasi untuk Pelamar Magang
Saat kamu diwawancara untuk posisi magang, biasanya di akhir sesi pewawancara akan bertanya: “Ada pertanyaan?”
Ini adalah momen emas untuk menanyakan hak perlindunganmu. Tapi, caranya harus elegan agar tidak terlihat menuntut.
Jangan Tanya: “Pak, nanti saya dapet asuransi gak? Kalo gak ada saya gak mau.” (Ini terdengar arogan).
Tanya Begini:
“Terima kasih atas penjelasannya, Pak/Bu. Saya sangat antusias dengan kesempatan belajar di sini. Izin bertanya terkait aspek K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), apakah untuk peserta magang di perusahaan ini sudah difasilitasi perlindungan BPJS Ketenagakerjaan atau asuransi kecelakaan kerja lainnya? Hal ini saya tanyakan agar saya juga bisa mempersiapkan administrasi pribadi jika memang belum tercover.”
Pertanyaan seperti ini menunjukkan bahwa:
- Kamu cerdas dan peduli keselamatan (K3).
- Kamu profesional.
- Kamu mandiri (siap urus sendiri kalau kantor tidak kasih).
Perusahaan yang baik justru akan respek dengan pertanyaan ini. Jika jawabannya “Belum ada”, itu jadi sinyal buat kamu untuk segera daftar BPU mandiri begitu diterima.
Bab 9: Perbedaan Magang Berbayar vs Tidak Berbayar
Apakah hak BPJS ini hanya untuk magang yang dapat gaji (Paid Internship)?
Jawabannya: TIDAK.
Undang-undang Ketenagakerjaan menekankan pada “Risiko Kerja”, bukan pada “Upah”. Sekalipun kamu magang gratisan (Unpaid), atau magang yang cuma dapat uang makan, risiko kecelakaannya sama dengan karyawan bergaji 10 juta.
Oleh karena itu, kewajiban perlindungan JKK dan JKM tetap melekat, terlepas dari apakah kamu dibayar atau tidak.
Justru, untuk magang yang unpaid, perlindungan BPJS adalah harga mati. Sudah tidak dapat uang, masa kalau kecelakaan harus keluar uang lagi? Itu namanya sudah jatuh tertimpa tangga.
Kesimpulan: Jadilah “Smart Intern”
Zaman sekarang, jadi anak magang yang rajin dan penurut saja tidak cukup. Kamu harus jadi Smart Intern. Cerdas secara intelektual, dan cerdas secara administratif.
Berhak atau tidak? Jawabannya Sangat Berhak. Regulasi negara (Permenaker 6/2020 dan Permenaker 5/2021) ada di pihakmu.
Jangan biarkan antusiasme mencari pengalaman kerja membuatmu abai terhadap keselamatan diri. Pastikan sebelum kamu menginjakkan kaki di lantai pabrik, atau sebelum kamu menyalakan laptop untuk mulai bekerja, kamu sudah terlindungi oleh perisai BPJS Ketenagakerjaan.
Jika perusahaan memberikannya, syukuri dan manfaatkan.
Jika perusahaan tidak memberikannya, jangan ngambek. Sisihkan 17 ribu rupiah, daftar mandiri, dan bekerjalah dengan tenang.
Nyawamu dan masa depanmu jauh lebih berharga daripada sekadar status magang di perusahaan bonafide.
Selamat magang, selamat belajar, dan tetap utamakan keselamatan!
Disclaimer: Informasi regulasi dan tarif iuran dalam artikel ini mengacu pada peraturan pemerintah Indonesia yang berlaku hingga akhir tahun 2024. Kebijakan perusahaan dapat bervariasi. Penulis menyarankan pembaca untuk selalu melakukan konfirmasi ulang kepada pihak HRD perusahaan atau kanal resmi BPJS Ketenagakerjaan.

