BPJS Mandiri vs BPJS Karyawan: Mana yang Lebih Cocok untuk Pelamar Kerja? Panduan Bertahan Hidup di Masa Transisi

Tanggal publikasi:

Masa transisi antara lulus kuliah dan mendapat pekerjaan pertama, atau jeda waktu setelah resign hingga diterima di kantor baru, seringkali menjadi periode yang membingungkan secara finansial. Di fase ini, statusmu abu-abu. Bukan mahasiswa lagi, tapi belum jadi karyawan juga. Penghasilan mungkin nol, tapi kebutuhan hidup terus berjalan. Di tengah ketidakpastian ini, ada satu pertanyaan krusial yang sering diabaikan namun fatal akibatnya jika salah langkah: Bagaimana nasib asuransi kesehatan saya?

Banyak pelamar kerja memilih untuk “mematikan” sementara urusan BPJS Kesehatan dengan alasan penghematan. “Nanti saja diurus kalau sudah diterima kerja, biar kantor yang bayarin,” begitu pikir kebanyakan orang. Padahal, penyakit dan musibah tidak pernah melihat status pekerjaanmu. Sakit tifus, kecelakaan motor saat berangkat wawancara, atau demam berdarah bisa menyerang kapan saja. Tanpa perlindungan, tabungan yang seharusnya untuk modal hidup selama menganggur bisa ludes dalam semalam hanya untuk bayar rumah sakit.

Di sinilah pentingnya memahami dua jenis kepesertaan: BPJS Mandiri (PBPU) dan BPJS Karyawan (PPU). Mana yang sebenarnya harus kamu pilih saat sedang mencari kerja? Apakah harus mendaftar mandiri dulu, atau nekat menunggu sampai direkrut perusahaan?

Artikel ini akan membedah tuntas perbandingan keduanya, bukan hanya dari sisi definisi, tapi dari sisi strategi finansial (“cuan” atau tidak), kemudahan administrasi, dan risiko yang mengintai. Simak panduan lengkap ini agar kamu bisa mengambil keputusan cerdas dan tetap terlindungi di masa-masa perjuangan mencari nafkah.

Bab 1: Mengenal Dua Kubu dalam Semesta BPJS

Sebelum kita bertarung argumen mana yang lebih baik, kita harus membedah dulu anatomi dari kedua jenis kepesertaan ini. BPJS Kesehatan pada dasarnya membagi pesertanya berdasarkan siapa yang membayar iuran.

Kubu Pertama: BPJS Karyawan (PPU – Pekerja Penerima Upah)
Ini adalah idaman semua orang. Dalam skema ini, kamu “menumpang” pada perusahaan tempatmu bekerja. Iurannya dibayar secara gotong royong: sebagian besar disubsidi oleh kantor, dan sebagian kecil dipotong dari gajimu. Fasilitasnya biasanya mengikuti besaran gaji atau jabatan. Sederhananya, ini adalah fasilitas “tahu beres”. HRD yang urus pendaftaran, HRD yang urus pembayaran. Kamu tinggal terima kartu dan pakai.

Kubu Kedua: BPJS Mandiri (PBPU – Pekerja Bukan Penerima Upah)
Ini adalah jalur bagi para pejuang mandiri, freelancer, pengusaha UMKM, dan tentu saja, pelamar kerja yang sedang menganggur. Dalam skema ini, kamu adalah bos bagi dirimu sendiri. Kamu yang mendaftar sendiri, memilih kelas perawatan sendiri (Kelas 1, 2, atau 3), dan yang paling berat: kamu yang harus membayar iuran bulanan full dari kantong sendiri. Tidak ada subsidi dari bos, karena bosnya adalah kamu.

Bagi pelamar kerja, dilemanya adalah: BPJS Karyawan memang lebih enak, tapi kan belum punya kantor. Sementara BPJS Mandiri butuh biaya rutin padahal lagi jobless. Jadi, harus bagaimana?

Bab 2: Perang Biaya (Hitung-Hitungan Dompet Tipis)

Mari kita bicara angka. Bagi pelamar kerja, setiap rupiah sangat berharga. Uang 50 ribu bisa berarti kuota internet sebulan untuk kirim lamaran via email.

Biaya BPJS Karyawan:
Sesuai Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020, iuran BPJS Kesehatan untuk karyawan adalah 5% dari Gaji Pokok + Tunjangan Tetap.

  • 4% dibayar oleh Perusahaan (Kantor).
  • 1% dibayar oleh Karyawan (Potong Gaji).
    Contoh: Jika gajimu nanti UMR Jakarta (misal Rp5.000.000), maka iuran totalnya Rp250.000. Tapi yang dipotong dari gajimu cuma Rp50.000. Sisanya yang Rp200.000 dibayarin bos. Murah banget, kan? Ini alasan kenapa semua orang ingin status PPU.

Biaya BPJS Mandiri:
Karena kamu sedang menganggur, tidak ada bos yang bantu bayar. Kamu harus bayar tarif flat sesuai kelas yang dipilih:

  • Kelas 1: Rp150.000 per orang/bulan.
  • Kelas 2: Rp100.000 per orang/bulan.
  • Kelas 3: Rp35.000 per orang/bulan (Angka aslinya Rp42.000, tapi pemerintah kasih subsidi Rp7.000).

Analisis untuk Pelamar Kerja:
Jika kamu punya tabungan sisa pesangon atau uang saku dari orang tua, opsi Mandiri Kelas 3 (Rp35.000) adalah opsi paling rasional. Biayanya setara satu kali makan di kafe, tapi melindungi asetmu dari risiko bangkrut akibat sakit. Jangan memaksakan ambil Kelas 1 atau 2 saat menganggur hanya demi gengsi. Nanti kalau sudah kerja dan gaji besar, baru naik kelas.

Bab 3: Fleksibilitas vs Kenyamanan (Sisi Administrasi)

Selain soal uang, faktor “ribet” juga jadi pertimbangan.

Kenyamanan BPJS Karyawan:

  • Kelebihan: Kamu tidak perlu ingat tanggal bayar. Gaji masuk rekening sudah bersih dipotong BPJS. Tidak ada risiko lupa bayar lalu kena denda. Jika naik gaji, iuran menyesuaikan otomatis.
  • Kekurangan: Kamu tidak punya kendali penuh. Kelas rawat inap ditentukan oleh gaji. Seringkali karyawan gaji UMR otomatis masuk Kelas 2. Mau naik ke Kelas 1 harus nombok sendiri saat di RS (naik kelas perawatan). Selain itu, jika resign atau di-PHK, statusmu langsung non-aktif dalam waktu 30 hari. Kamu “diusir” dari kepesertaan kantor dan harus lapor sendiri untuk pindah status.

Fleksibilitas BPJS Mandiri:

  • Kelebihan: Kamu pemegang kendali. Mau pilih Kelas 1 biar nyaman? Boleh, asal kuat bayar. Mau turun ke Kelas 3 biar hemat? Bisa. Dan yang paling penting: status kepesertaanmu melekat padamu, bukan pada kantor. Mau pindah kerja 10 kali pun, selama kamu rajin bayar sendiri, BPJS-mu tidak akan putus nyambung. Ini sangat cocok untuk pelamar kerja yang karirnya mungkin masih loncat-loncat (job hopping).
  • Kekurangan: Harus disiplin bayar sendiri paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Lupa bayar berarti kartu non-aktif sementara dan ada risiko denda rawat inap.

Bab 4: Strategi Transisi (Dari Karyawan ke Pengangguran)

Ini adalah skenario paling umum. Kamu baru saja resign atau terkena PHK, dan sekarang sedang melamar kerja sana-sini. Apa yang terjadi dengan BPJS Karyawan-mu yang lama?

Banyak yang mengira, “Ah biarin aja, nanti pas dapet kerja baru diaktifin lagi.”
Ini SALAH BESAR.

Ketika kamu keluar dari perusahaan, HRD akan memutus kepesertaanmu (dinonaktifkan) di bulan berikutnya. Sejak saat itu, kamu berstatus “Non-Aktif”. Jika kamu sakit saat status non-aktif, BPJS tidak akan menanggung biaya sepeserpun.

Lebih parah lagi, jika kamu membiarkannya non-aktif selama berbulan-bulan (menunggak lapor), saat nanti kamu diterima di perusahaan baru, HRD perusahaan baru mungkin akan kesulitan mendaftarkanmu karena datamu “nyangkut” atau ada tunggakan iuran yang harus dilunasi dulu. Bayangkan malunya ditagih tunggakan saat hari pertama kerja.

Strategi Terbaik untuk Pelamar Kerja:
Segera lakukan Turun Status (Migrasi).
Begitu kamu keluar kerja, buka aplikasi Mobile JKN. Pilih menu “Ubah Data Peserta”. Ubah segmen dari “Pegawai Swasta (PPU)” menjadi “Pekerja Mandiri (PBPU)”.
Pilih kelas rawat yang paling murah (Kelas 3) agar tidak membebani keuangan selama menganggur.
Dengan cara ini, kartumu tetap aktif. Kamu tetap terlindungi saat wawancara kerja sana-sini. Nanti begitu diterima kerja lagi, tinggal lapor HRD baru, dan status akan otomatis berubah kembali jadi Karyawan.

Bab 5: BPJS Ketenagakerjaan: Si Kuda Hitam

Selama ini kita cuma bahas BPJS Kesehatan. Padahal, bagi pelamar kerja, BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) juga punya peran vital, lho.

Biasanya, BPJS Ketenagakerjaan (Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua) hanya dimiliki orang yang sudah kerja.
Tapi, tahukah kamu bahwa pelamar kerja atau freelancer bisa daftar mandiri lewat segmen BPU (Bukan Penerima Upah)?

Kenapa Pelamar Kerja Butuh Ini?
Pelamar kerja punya mobilitas tinggi. Hari ini psikotes di Jakarta Pusat, besok wawancara di Cikarang, lusa tes kesehatan di Tangerang. Risiko kecelakaan di jalan raya (naik motor/umum) sangat tinggi.
Dengan mendaftar BPU mandiri, iurannya cuma Rp16.800 per bulan.
Jika (amit-amit) terjadi kecelakaan saat kamu berangkat atau pulang dari aktivitas produktif (termasuk cari kerja atau kerja serabutan), seluruh biaya rumah sakit ditanggung unlimited oleh negara.
Ini jauh lebih murah daripada asuransi kecelakaan swasta manapun.

Jadi, selain mengurus BPJS Kesehatan Mandiri, sangat disarankan bagi pelamar kerja untuk menyisihkan 17 ribu perak buat daftar BPJS Ketenagakerjaan BPU. Anggap saja beli kopi satu gelas buat perlindungan sebulan.

Bab 6: Solusi Buat yang Benar-Benar “Kering” (PBI)

“Min, boro-boro bayar BPJS Mandiri 35 ribu, buat makan aja numpang orang tua.”

Oke, ini realita yang banyak terjadi. Jika kondisi keuanganmu benar-benar nol karena sudah lama menganggur, jangan memaksakan diri daftar Mandiri lalu menunggak. Utang iuran BPJS itu akan terus terakumulasi dan menjadi beban di masa depan.

Solusinya? Kejar status PBI (Penerima Bantuan Iuran).
Ini adalah fasilitas BPJS Kesehatan gratis dari pemerintah untuk warga kurang mampu. Iurannya 100% dibayar negara (APBN/APBD).

Caranya:
Datang ke Dinas Sosial atau Kelurahan setempat. Minta dimasukkan ke dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Jelaskan bahwa kamu sedang menganggur, tidak punya penghasilan, dan tidak mampu bayar iuran.
Jika disetujui (prosesnya butuh waktu), statusmu akan berubah jadi PBI. Kamu dapat kartu BPJS (KIS) gratis, bisa dipakai berobat di Puskesmas/RS kelas 3.

Nanti, kalau kamu sudah diterima kerja dan dapat gaji, status PBI ini akan otomatis gugur saat HRD kantormu mendaftarkanmu sebagai pegawai (PPU). Jadi, PBI ini adalah jembatan penyelamat saat kamu sedang “susah”. Manfaatkanlah hak ini daripada membiarkan diri tanpa perlindungan.

Bab 7: Denda Layanan (Jebakan Batman)

Ini info “mahal” yang wajib diketahui pelamar kerja yang suka menunda-nunda urus BPJS.
Ada mitos bahwa: “Kalau nunggak BPJS, dendanya cuma bayar tunggakan aja kok.”
Itu dulu. Sekarang ada aturan Denda Pelayanan Rawat Inap.

Jika kamu menunggak, lalu kamu melunasi tunggakan tersebut, kartumu memang langsung aktif. TAPI, jika dalam waktu 45 hari sejak aktif kembali kamu tiba-tiba sakit dan harus Rawat Inap, kamu kena denda!
Besar dendanya: 5% x Biaya Rumah Sakit x Jumlah Bulan Menunggak.
Contoh: Kamu nunggak 12 bulan. Lalu lunasin. Besoknya kena DB dirawat inap habis 10 juta.
Dendanya: 5% x 10 juta x 12 = 6 Juta Rupiah!
Uang 6 juta itu harus dibayar tunai ke RS. Sakit, kan?

Inilah kenapa bagi pelamar kerja, menjaga kartu tetap aktif (meski kelas 3) jauh lebih aman daripada membiarkannya mati lalu kena risiko denda pelayanan saat tiba-tiba sakit di masa transisi kerja.

Bab 8: Kesimpulan – Mana yang Lebih Cocok?

Kembali ke pertanyaan judul: Mana yang lebih cocok untuk pelamar kerja?
Jawabannya bukan memilih salah satu, melainkan beradaptasi sesuai siklus karirmu.

Skenario A: Kamu Fresh Graduate / Baru Resign dan Punya Sedikit Tabungan
Yang paling cocok adalah BPJS Mandiri Kelas 3.
Segera daftar atau migrasi ke Mandiri. Bayar Rp35.000 per bulan. Ini adalah investasi keamanan termurah. Jangan nunggu dapet kerja. Perlindungan kesehatan itu kebutuhan sekarang, bukan nanti.

Skenario B: Kamu Menganggur Lama dan Keuangan Kritis
Yang paling cocok adalah BPJS PBI (Gratis).
Jangan gengsi lapor ke Dinsos. Ini hak warga negara. Daripada nunggak di Mandiri dan bikin utang numpuk, lebih baik masuk PBI dulu. Nanti kalau sudah sukses dapat kerja, otomatis naik kelas jadi BPJS Karyawan kok.

Skenario C: Kamu Sudah Diterima Kerja (Offering Letter)
Selamat! Sekarang yang cocok adalah BPJS Karyawan.
Tugasmu cuma satu: Pastikan tunggakan BPJS lamamu (kalau ada) sudah lunas. HRD tidak bisa mendaftarkanmu kalau NIK-mu masih punya utang iuran di sistem BPJS. Lunasi dulu, baru lapor HRD.

Kesimpulan Akhir:
Bagi pelamar kerja, BPJS Mandiri adalah sahabat sementara, dan BPJS Karyawan adalah tujuan akhir.
Gunakan BPJS Mandiri sebagai sekoci penyelamat selama kamu mengarungi lautan ketidakpastian mencari kerja. Jangan biarkan dirimu berenang tanpa pelampung. Sakit itu mahal, dan sehat itu aset utama buat cari duit.

Jadi, sudah cek status BPJS-mu hari ini? Buka aplikasi Mobile JKN sekarang, dan pastikan perisai hidupmu selalu aktif!

Disclaimer: Informasi mengenai tarif iuran dan regulasi dalam artikel ini mengacu pada Perpres No. 64 Tahun 2020 dan aturan BPJS Kesehatan yang berlaku hingga akhir tahun 2024. Kebijakan pemerintah dapat berubah sewaktu-waktu. Penulis menyarankan pembaca untuk selalu memverifikasi informasi terkini melalui kanal resmi BPJS Kesehatan.


Note : Untuk melamar kerja, kami rekomendasikan untuk mempersiapkan CV & Lamaran terbaik agar memaksimalkan peluang di Panggil Kerja.Bukajobs menyediakan Jasa CV FULL LAMARAN Berkualitas dan Terpercaya, bagi yang berminat silakan Cek Story / IG @bukajobs untuk info pembuatan CV